アンネってAnnette Hoc: Karena Enci dosen saya sudah mengampuni ke Lalotan saya, maka ketika saya sembuh, saya harus segera mengerjakan sisa tugas-tugas yang tertunda
DATE - CoLead: Horeee... jadi nanti annette harus fokus mengerjakan sisa2 tugas. Tuhan sudah bukakan jalan sehingga boleh menyusul tugasny
Sekarang Annette juga harus berusaha menyelesaikannya
[TELAH TERBUKTI DAN TERUJI]
Engkau Setia
Verse 1:
Tiada yang dapat pisahkan
‘Ku dari terangnya kasih-Mu
Kauhadirkan ketenangan
Yang tak bisa dunia berikan
Verse 2:
Kini Kaupegang hidupku
Dan Kauhapus kesalahanku
Berharganya pengorbanan
Yang memberikan kes’lamatan
Chorus:
Kauhadir di setiap langkahku
Kuaman di dalam hadirat-Mu
Kaubuktikan Engkau setia
‘Kan kuangkat tinggi tanganku
Tanda kuberserah kepada-Mu
Selamanya Engkau setia
Bridge:
Oh Your presence never leaves me
And You’ll never forsake me
Albert Schweitzer, kasih Kristus yang membuahkan nobel
Eidi Krina Jason Sembiring
Selasa 24 Desember 2013 - 12:42 WIB
Dalam tugasnya sebagai seorang pendeta, ia sering mendapat kritik karena khotbahnya yang pendek. Namun, ia hanya menjawab, “Katakan kepada para pengkritik itu bahwa saya tidak dapat berbicara lebih panjang lagi jika tidak ada lagi yang patut saya katakan. Katakan saja kepada mereka bahwa saya adalah seorang pengkhotbah yang bodoh!”
Albert menjadi seorang seniman yang paling peka terhadap penderitaan manusia. Ia prihatin dengan nasib orang-orang miskin di sekitarnya. Pada suatu musim panas di tahun 1896, ia merasa bahwa kebahagiaan yang ia rasakan tampaknya sia-sia.
Karena itu, ia bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi Yesus. Dalam pergumulan batinnya, ia merasa bukan apa-apa menyandang gelar doktor, jika penderitaan sesama manusia masih merajarela.
Pada suatu hari, Albert membaca sebuah iklan dalam majalah pekabaran Injil yang meminta perhatian terhadap buruknya kondisi kesehatan masyarakat di suatu daerah terpencil di Afrika. Di daerah tersebut beribu-ribu orang mati karena penyakit tropis seperti malaria, sakit tidur, dan berbagai penyakit yang lain.
Daerah itu kekurangan tenaga dokter dan juru rawat. Saat membaca berita itu, hatinya sangat tergerak dan ia mengambil satu keputusan bulat untuk memberikan tenaga dan hidupnya bagi masyarakat Afrika yang menderita itu.
Saat itu, Albert berusia 31 tahun dan sedang berada di puncak kejayaannya. Daerah Afrika memerlukan tenaga dokter, sedangkan ia adalah doktor di bidang musik, filsafat, dan teologi. Namun, semua itu tak menghalangi dirinya untuk pergi ke Afrika.
Pada 13 Oktober 1905, Albert menulis surat yang ditujukan kepada teman-teman dan keluarganya. Ia memberitahukan bahwa dirinya hendak masuk kuliah fakultas kedokteran. Jika lulus, ia akan berangkat ke benua hitam dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai direktur Theologycal College of St Thomas. Sesudah itu, ia akan menyerahkan diri dan hidupnya sebagai dokter dan membawa kasih Kristus di Lambarene.
Tentu saja, suratnya yang aneh ini mendapat tanggapan keras dari teman-temannya. Mereka menganggap Albert Schweitzer sudah gila, “Mana mungkin seorang Profesor Doktor kembali menjadi mahasiswa?” Penghinaan dan ejekan datang bertubi-tubi. Tapi, apa jawabnya? “Rencana sudah dibuat dan harus dilaksanakan sebab Guruku dan Tuhanku Yesus yang memerintahkannya kepadaku.”
Albert akhirnya kuliah di fakultas kedokteran. Dengan gigih, ia belajar dan pada 17 Desember 1911 ia meninggalkan kamar operasi, tempat ujian terakhir untuk menjadi dokter. Pintu impiannya untuk ke Afrika kini terbuka lebar.
Sent from my android device.