rss
email
twitter
facebook

Kamis, 22 Maret 2012

Tentang Pneumonia Pneumocystis







[Pneumocystis jirovecii]



















Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Annette Hoc


Pneumocystis jirovecii pneumonia
Klassifikasi dan sumber External (luar)

Sista Pneumocystis jirovecii dari bronchoalveolar lavage, ditandai oleh Pewarna Tolouidin Biru O



Contents (Isi)
·        1 Epidemiology (Epidemiologi)
·        Agen penyakit PCP (PNEUMONIA PNEUMOCYTIS) :
o   1.1 PCP and AIDS (PCP dan AIDS)
·        2 Symptoms (Gejala)
·        3 Diagnosis (Diagnosis)
·        4 Disease course (Perjalanan Penyakit)
·        5 Siklus hidup Pneumocytis
·        6 Penyebaran Penyakit
·        7 Prevention (Pencegahan)
·        8 Treatment (Perawatan/Pengobatan Penyakit)
·        9 Obat Mana yang Paling Baik (Berdasarkan Efek Samping)
·        10 Kesimpulan
·        11 References (Referensi)

Pneumonia pneumocystis (PCP) adalah bentuk pneumonia yang disebabkan oleh fungi jamur seperti ragi Pneumocystis jirovecii (yang sebelumnya secara keliru diklasifikasikan sebagai protozoa) . Agen yang menyebabkan pneumonia ini dideskripsikan sebagai protozoa dan disebut P. jiroveci. Patogen ini spesifik kepada manusia; Pneumonia pneumocystis belum pernah menginfeksi binatang lainnya, walau species lain  dari Pneumocystis yang menginfeksi binatang lain belum menunjukkan parasit itu menginfeksi manusiathat. Nama tersebut didiskusikan dan hasilnya, pneumonia pneumosistis juga diketahui sebagai pneumonia pneumosistis jiroveci[i] dan sebagai pneumonia pneumosistis carini.
Pneumocystis biasanya ditemukan pada paru-paru orang sehat, tetapi berpeluang menjadi sumber infeksi oportunistik dan menyebabkan infeksi paru pada orang yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah . Pneumocystis pneumonia terutama nampak pada penderita kanker, HIV/ AIDS dan penggunaan pengobatan yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Nama lama Pneumocystis carinii, dinamakan setelah Dr C. Simonian (sekarang hanya berlaku pada Pneumocystisspecies yang ditemukan pada tikus), tetap digunakan seperti biasannya. Akibatnya , Pneumocystis pneumonia (PCP) diketahui juga sebagai Pneumocystis jiroveci[i] pneumonia dan (kelirunya) sebagai Pneumocystis carinii pneumonia.
Berdasarkan nomenklatur, saat nama dari Pneumocystis pneumonia diganti dari P. carinii pneumonia menjadi P. jirovecii pneumonia, sejak dari saat itu tidak diartikan menjadi"PCP". Bagaimanapun juga, karena istilah PCP sudah digunakan secara umum, itu dapat dimengerti jika istilah PCP bisa dilanjutkan untuk digunakan , selama itu berdiri untuk PneumoCystis (jirovecii) Pneumonia.

Epidemiologi
Pneumocystis jirovecii
Penyakit relatif jarang pada orang yang memiliki sistem imunitas normal, tetapi biasanya diantara orang dengan kelemahan sistem imunitas, seperti bayi prematur atau anak yang mengalami gejala kekurangan gizi, lansia, dan terutama orang yang hidup dengan HIV/AIDS, adalah orang yang paling terutama diobservasi(diamati). PCP bisa juga berkembang yang menggunakan  pengobatan immunosuppressif . Itu bisa terjadi pada pasien yang  baru saja menjalani operasi transpalantasi organ or transplantasi sumsum tulang dan setelah operasi. Infeksi dengan Pneumocystis pneumonia biasannya pada bayi  dengan hyper IgM syndrome, sebuah X-linked (faktor berhubungan) atau pembawaan resesif autosomal.
Pneumocystis jirovecii biasanya jarang diuraikan karena pneumonia pada neonatal(bayi baru lahir). Itu diyakini sebagai organisme komensal (tergantung pada pejamu manusia untuk pertahanannya). Kemungkinan penularan antar manusia (the possibility of person-to-person transmission) dippercaya baru-baru ini meningkat, dengan  fakta pendukung dari studi genotipe  dari Pneumocystis jirovecii yang diisolasi dari jaringan paru-paru manusia. Contohnya, dalam 12 kasus penjangkitan diantara pasien transplantasi di Leiden, sepertinya diperkirakan, tetapi belum dipastikan , penyebaran antar manusia mungkin telah terjadi.



Agen penyakit PCP (PNEUMONIA PNEUMOCYSTIS) :
Pneumocystis jirovecii (sebelumnya diklasifikasikan sebagai Pneumocystis carinii) dulu dikenali sebagai klasifikasi protozoa.  Kini disadari sebagai jamur berdasarkan asam nukleat dan analisis biokimia. Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO). Walau PCP hampir selalu dapat dicegah dan diobati, penyakit ini tetap menyebabkan kematian pada kurang lebih 10% kasus.
PCP disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis carinii, tetapi para ilmuwan sekarang memakai nama Pneumocystis jiroveci, namun penyakit masih disingkatkan sebagai PCP. Sistem kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP menyebabkan penyakit pada orang dewasa dan anak dengan sistem kekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi paru, menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan kemungkinan mengembangkan penyakit PCP lagi.
PCP dan AIDS
Sejak dimulainya epidemi AIDS, PCP kerapkali diasosiasikan dengan AIDS. Karena ini hanya terjadi pada pasien immunokompresi (penurunan kekebalan tubuh), mungkin bisa menjadi tanda pertama untuk diagnosis AIDS baru jika pasien tidak memiliki alasan lain mengalami imunokompresi (contoh : menggunakan obat immunosupresif untuk transplantasi organ). Peningkatan angka kasus PCP di Amerika Utara,  tercatat ketika Dokter mulai membutuhkan pentamidine, antibiotik yang jarang digunakan  dalam jumlah yang besar, adalah petunjuk awal keberadaan AIDS di awal 1980.
Mengutamakan pada perkembangan  atau perawatan lebih efektif, PCP biasannya menjadi sebab cepatnya kematian pada orang yang hidup dengan  AIDS. Kebanyakan kejadian PCP telah diturunkan dengan memulai langkah awal menggunakan oral co-trimoxazole untuk mencegah penyakit pada orang dengan jumlah CD4 kurang dari 200/mm³. Pada populasi yang tidak memiliki akses pengobatan preventif, PCP berlanjut menjadi penyebab utama kematian pada AIDS.

Symptoms(Gejala)
Gejala PCP termasuk demam, batuk tanpa dahak (karena dahak sangat kental untuk menjadi produktif), nafas pendek , kehilangan berat badan, dan berkeringat di malam hari. Tidak biasnny ada jumlah dahak yang banyak pada PCP kecuali pasien memiliki infeksi bakteri tambahan. Jamur bisa menyerang organ dalam lain seperti liver, limpa dan ginjal, tetapi hanya sebagian kecil dari kasus.can invade other visceral organ, such Pneumothorax biasannya dikenal sebagai komplikasi PCP. Riwayat akut nyeri dada dengan sesak nafas and berbunyi adalah tanda khas pneumothorax.

DIAGNOSIS (DIAGNOSA)

X-ray dari Pneumocystis jiroveciipneumonia opasifikasi (whiteness) pada kedua sisi bawah paru, karakteristik  dari Pneumocystis pneumonia
Infeksi Pneumocystis  bisa juga didiagnosa dengan immunofluorescent atau  pewarnaan histokimia pada specimen, dan kini oleh analisis molekuler dari reaksi rantai produk polymerase  dengan membandingkan sampel DNA. Perlu diingat bahwa, deteksi sederhana Pneumocystis jirovecii dalam cairan paru lung tidak berarti seseorang memiliki Pneumocystis pneumonia atau infeksi HIV. Jamur ini nampak juga pada orang sehat di populasi biasa.

Diagnosis ini bisa dikonfirmasi dengan penampilan  karakteristik chest x-ray yang menunjukkan penyebaran luas  infiltrasi pulmonary, dan arterial oxygen level (pO2) yang ditarik sangat rendah lebih dari yang diduga dari gejala. Diagnosis ini  dipastikan keberadaanya dengan identifikasi histologi  organisme penyebab dalam dahak (sputum) atau cairan bronchio-alveolar  (bilasan paru-paru). Diwarnai dengan toluidine blue, pewarna perak  atau asam-periodik schiff atau pengujian immunofluorescence , yang akan menunjukkan karakteristik sista. Sista menyerupai bola ping-pong hancur dan nampak dalam 2 atau 8 kumpulan (tidak begitu membingungkan dengan Histoplasma atau Cryptococcus yang ciri-citinya bukan berbentuk kumpulan spora atau sel).
Biopsi paru akan menunjukkan penebalan alveolar septa dengan benang eosinophilic tersebar di alveoli. Keduannya  menunjukkan disfungsional kapasitas difusi yang merupakan penanda pneumonia ini
.

DISEASE COURSE (PERJALANAN PENYAKIT)

Resiko pneumonia Pneumocystis jirovecii meningkat ketika tingkat sel positif CD4  kurang dari 200 sel/μl. Pada individu immunosuppresi gejala infeksi bervariasi tinggi. Penyakit ini menyerang  pencernaan, jaringan fibrosa paru-paru, dengan tanda penebalan alveolar septa dan alveoli dan mengarah ke hypoxia   signifikan yang akan  menjadi fatal jika tidak ditangani secara agresif; Oleh karena itu, LDH  meningkat dan pertukaran  gas sulit. Oksigen kurang mampu berdifusi ke dalam darah, mengarah ke hypoxia. Hypoxia, bersamaan tingginya tingkat arterial carbon dioksida (CO2) levels, merangsang peredaran, dengan demikina menyebabkan dyspnea (kesulitan bernafas).

Siklus hidup Pneumocytis:
Fase Pneumocystis stages ditunjukkan dari gambar Dr. John J. Ruffolo, South Dakota State University, diterbitkan di Amerika serikat dalam bentuk M. Pneumocystis carinii. Oleh editor: Collier L, Balows A, Sussman M. Topley and Wilson's Microbiology and Microbial Infections: Volume 4 Medical Mycology, 9th ed. New York: Arnold Publishing; 1998. p. 674.  Hak cipta dipegang oleh Arnold Publishing dan digandakan disini dengan ijin dari Arnold dan Dr. Ruffolo.Kami berterima kasih pada Dr. Melanie T. Cushion untuk ulasan teks siklus kehidupan ini.
Ini adalah siklus hidup sederhana dikemukakan oleh John J. Ruffolo, Ph.D. (Cushion, MT, 1988) untuk variasi spesies PneumocystisJamur ini ditemukan di paru-paru mamalia dimana mereka tinggal tanpa menyebabkan infeksi yang jelas sampai system imunitas pejamu menjadi lemahKemudian, seringkali berulang lalu menjadi pneumonia yang mematikan.
Fase Aseksual: Bentuk trophi  direplikasi oleh mitosis  ke
Fase Seksual: Bentuk haploid trophic berkonjungasi  dan mempoduksi sebuah zygote atau sporocyte (sista awalZygote menjalani meiosis dan mitosis yang berikut untuk memproduksi delapan haploid nucleus (late phase cyst/fase terakhir sistaSpora menunjukkan bentuk berbeda (seperti, berbentuk bola/spherical dan panjang).   Dalil ini karena perpanjangan spora  terlebih dahulu keluar dari kotak sporat.  Diyakini bahwa pelepasan ini terjadi karena adanya robekan di dinding selSetelah pelepasan, kotak spora kosong biasannya kempis, tetapi menyimpan beberapa sisa sitoplasma Fase trophic stage, dimana organisme mungkin berlipat ganda dengan pembelahan biner yang dikenali sebagai keberadaannya. Organisme ini menyebabkan penyakit pada individu immunosuppresi.

Penyebaran Penyakit:
Organisme penyebab PCP pada manusia dan binatang tersebar di seluruh dunia dan semua benua, kecuali Antartika. Lebih dari 75% anak-anak adalah  seropositif dari usia  4, yang menjadi latar belakang tingginya paparan pada organisme. Pada sebuah studi post-mortem yang diselenggarakan di Chile dari 96 yang meninggal pada kasus yang tidak berhubungan (bunuh diri, kecelakaan lalu lintas, dan seterusnya) ditemukan bahwa 65 orang (68%) dari mereka memiliki pneumocystis pada paru-paru mereka, yang menunjukkan infeksi asymptomatic pneumocystis adalah yang paling biasa.
Pneumocystis pneumonia (PCP) terjadi pada immunosuppressed (penurunan kekebalan tubuh) individu dan prematur, bayi kekurangan gizi.

Pencegahan Penyakit
Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan memakai ART. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat mencegah PCP dengan memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati PCP. Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 950 dan LI 951. Cara yang lain untuk mengurangi risiko PCP adalah dengan tidak merokok. Satu penelitian menemukan bahwa perokok yang sudah berhenti sedikitnya selama satu tahun tidak mengembangkan PCP lebih cepat dibandingkan non-perokok.
Pada pasien immunokompresiprophylaxis dengan co-trimoxazole atau inhaler pentamidine biasa bisa mencegah PCP.

ART dapat meningkatkan jumlah CD4 kita. Jika jumlah ini melebihi 200 dan bertahan begitu selama tiga bulan, mungkin kita dapat berhenti memakai obat pencegah PCP tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP adalah murah dan mempunyai efek samping yang ringan, beberapa peneliti mengusulkan pengobatan sebaiknya diteruskan hingga jumlah CD4 di atas 300. Kita harus berbicara dengan dokter kita sebelum kita berhenti memakai obat apa pun yang diresepkan.

Treatment (Pengobatan Penyakit)
Pengobatan Antipneumocystic digunakan bersamaan dengan steroid dengan tujuan untuk menghindari peradangan, yang menyebabkan gejala pembusukan empat hari setelah pengobatan dimulai jika steroid tidak digunakan. Lebih jauh lagi pengobatan yang paling sering digunakan adalah co-trimoxazole, tetapi beberapa pasien tidak dapat untuk mentoleransi pengobatan ini akibat alergi. Obat lain yang digunakan sendiri, atau dikombinasikan termasuk, pentamidine, trimetrexate, dapsone, atovaquone, primaquine, pafuramidine maleate (dalam penelitian), dan clindamycin. Pengobatan biasannya dilakukan dalam waktu 21 hari.
 Selama bertahun-tahun, antibiotik dipakai untuk mencegah PCP pada pasien kanker dengan sistem kekebalan yang lemah. Obat yang sekarang dipakai untuk mengobati PCP mencakup kotrimoksazol, dapson, pentamidin, dan atovakuon.




  • Kotrimoksazol (TMP/SMX) (lihat  adalah obat anti-PCP yang paling efektif. Ini adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMX). Obat ini juga murah, dan dipakai dalam bentuk pil, satu atau dua pil sehari.
  •  
  • Dapson serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir seefektif kotrimoksazol melawan PCP.
  • Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol untuk mencegah PCP. Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV) untuk mengobati PCP aktif. Pentamidine is less often used as its major limitation is the high frequency of side effects. These include acute pancreatitisrenal failurehepatotoxicity,leukopeniarashfever, and hypoglycaemia.
  •  
  • Atovakuon adalah obat yang dipakai pada kasus PCP ringan atau sedang oleh orang yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau pentamidin.
Berdasarkan sebuah penelitian kecil, bila terapi baku tidak berhasil, pasien mungkin dapat memakai trimekstrat digabung dengan asam folinik.

Obat Mana Yang Paling Baik (Berdasarkan Efek Samping)
Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Namun, bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separuh orang yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-kadang demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai gejala alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul lagi. Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan memakai desensitisasi. Pasien mulai dengan takaran obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan takarannya hingga takaran penuh dapat ditahan (lihat LI 951). Mengurangi dosismenjadi tiga pil seminggu mengurangi masalah alergi kotrimoksazol, dan tampak sama berhasil.
Karena masalah alergi yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa dengan efek samping dari beberapa obat antiretroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila alergi muncul, penyebab lebih mudah diketahui.
Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol, dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak lebih dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik yang mempunyai nebulizer, mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit. Kita dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang memakai pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang memakai pil antibiotik.

Kesimpulan

Hampir semua peristiwa PCP, dapat diobati – dan dapat dicegah dengan obat murah yang mudah dipakai. ART dapat menahan jumlah CD4 kita tetap tinggi. Jika jumlah CD4 kita turun di bawah 300, kita sebaiknya membahas penggunaan obat pencegah PCP dengan dokter kita. Siapa pun dengan jumlah CD4 di bawah 200 seharusnya memakai obat anti-PCP.

Referensi

Pneumocystis pneumonia
From Wikipedia English and Indonesia, the free encyclopedia
    1. a b Aliouat-Denis, C-M., et al. (2008). "Pneumocystis species, co-evolution and pathogenic power". Infection, Genetics & Evolution 8 (5): 708–726.doi:10.1016/j.meegid.2008.05.001PMID 18565802.
    2. ^ Stringer JR, Beard CB, Miller RF, Wakefield AE (September 2002). "A new name (Pneumocystis jiroveci) for Pneumocystis from humans"Emerging Infect. Dis. 8 (9): 891–6. PMC 2732539PMID 12194762.
    3. ^ Cushion MT (1998). "Ch. 34: Pneumocystis carinii". In Collier, L.; Balows, A.; Sussman, M.. Topley and Wilson's Microbiology and Microbial Infections (9th ed.). New York: Arnold and Oxford Press. pp. 645–683.
    4. ^ Cushion MT (1998). "Taxonomy, genetic organization, and life cycle ofPneumocystis carinii". Semin. Respir. Infect 13 (4): 304–312. PMID 9872627.
    5. ^ Cushion MT (2004). "Pneumocystis: unraveling the cloak of obscurity".Trends Microbiol 12 (5): 243–9. doi:10.1016/j.tim.2004.03.005.PMID 15120144.
    6. ^ Ryan KJ; Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology (4th ed.). McGraw Hill. ISBN 0838585299.
    7. ^ Puzio J, Kucewicz E, SioÅ‚a M, et al. (2009). "[Atypical and opportunistic pulmonary infections after cardiac surgery.]" (in Polish). Anestezjologia Intensywna Terapia 41 (1): 41–5. PMID 19517677.
    8. a b Morris A, Lundgren JD, Masur H, et al. (October 2004). "Current epidemiology of Pneumocystis pneumonia"Emerging Infect. Dis. 10 (10): 1713–20. PMID 15504255.
    9. ^ Ponce CA, Gallo M, Bustamante R, Vargas SL (2010). "Pneumocystis colonization is highly prevalent in the autopsied lungs of the general population". Clin Infect Dis 50 (3): 347–353. doi:10.1086/649868.PMID 20047487.
    10. ^ Schmoldt S, Schuhegger R, Wendler T, et al. (March 2008). "Molecular evidence of nosocomial Pneumocystis jirovecii transmission among 16 patients after kidney transplantation"J. Clin. Microbiol. 46 (3): 966–71.doi:10.1128/JCM.02016-07PMC 2268360PMID 18216217.
    11. ^ Morris A, Beard CB, Huang L (January 2002). "Update on the epidemiology and transmission of Pneumocystis carinii". Microbes Infect. 4 (1): 95–103.doi:10.1016/S1286-4579(01)01514-3PMID 11825780.
    12. ^ de Boer M, Bruijnesteijn van Coppenraet L, Gaasbeek A, et al. (2007). "An outbreak of Pneumocystis jiroveci pneumonia with 1 predominantgenotypeamong renal transplant recipients: interhuman transmission or a common environmental source?". Clin Infect Dis 44 (9): 1143–9.doi:10.1086/513198PMID 17407029.
    13. ^ Fannin S, Gottlieb MS, Weisman JD, et al. (1982). "A Cluster of Kaposi's Sarcoma and Pneumocystis carinii pneumonia among homosexual male residents of Los Angeles and Range Counties, California"MMWR Weekly31 (32): 305–7.
    14. ^ Masur H, Michelis MA, Greene JB, et al. (10 December 1981). "An outbreak of community-acquired Pneumocystis carinii pneumonia"N Engl J Med 305(24): 1431–8. doi:10.1056/NEJM198112103052402PMID 6975437.
    15. ^ "Supplementary Information: Microscopic appearance of Pneumocystis jiroveci from bronchial washings". Retrieved 5 June 2009.
    16. ^ Medrano FJ, Montes-Cano M, Conde M, et al. (February 2005)."Pneumocystis jirovecii in general population"Emerging Infect. Dis. 11 (2): 245–50. PMID 15752442.
    17. Hughes WT (1996). "Pneumocystis Carinii". In Barron S, et al.Barron's Medical Microbiology (4th ed.). University of Texas Medical Branch. ISBN 0-9631172-1-1.
    18. ^ Stringer JR, Beard CB, Miller RF, Wakefield AE (2002). "A new name (Pneumocystis jiroveci) for Pneumocystis from humans". Emerg Infect Dis 8 (9): 891-6. PMID 12194762.
    19. ^ Redhead SA, Cushion MT, Frenkel JK, Stringer JR (2006). "Pneumocystis and Trypanosoma cruzi: nomenclature and typifications". J Eukaryot Microbiol 53(1): 2–11. PMID 16441572.
    20. ^ Cushion MT . (1998). "Chapter 34. Pneumocystis carinii. In: Collier, L., Balows, A. & Sussman, M. (ed.), Topley and Wilson's Microbiology and Microbial Infections 9th ed. Arnold and Oxford Press, New York.": 645–683.
    21. ^ Cushion MT (1998). "Taxonomy, genetic organization, and life cycle of Pneumocystis carinii". Semin. Respir. Infect 13 (4): 304–312.
    22. ^ Cushion MT (2004). "Pneumocystis: unraveling the cloak of obscurity". Trends Microbiol 12 (5): 243–249.
1.     Frenkel JK. Pneumocystis pneumonia, an immunodeficiency-dependent disease (IDD): a critical historical overview. J Eukaryot Microbiol 1999;46:89S–92S.
2.     Stringer JR, Beard CB, Miller RF, Wakefield, AE. A New Name (Pneumocystis jiroveci) for Pneumocystis from Humans. Emerg Infect Dis 2002;8:891-896.
3.     Ruffolo JJ. Pneumocystis carinii Cell Structure. In: Walzer, PD, editor. Pneumocystis carinii Pneumonia. 2nd ed. Marcel Dekker; 1994. p. 25-43.
4.     Cushion MT, Ruffolo JJ, Walzer PD. Analysis of the developmental stages of Pneumocystis carinii in vitro. Lab Invest 1988;58:324-331.
Yayasan Spiritia Indonesia